Founder sekaligus Chief Executive Officer (CEO) Triv, Gabriel Rey menegaskan pentingnya diversifikasi portofolio bagi pelaku usaha ke sektor kripto. Menukil laporan dari JPMorgan maupun lembaga penasihat investasi lainnya, perusahaan tersebut menyarankan bahwa setiap pelaku usaha maupun individu, setidaknya harus memiliki 1% hingga 3% dalam bentuk kripto dalam portofolio investasinya.
Hal itu diungkapkannya dalam gelaran Indonesia Digital Economy Forum 2025. Menurut Gabriel, kondisi tersebut perlu dilakukan sebagai bentuk strategi investasi dan diversifikasi keuangan perusahaan. Apalagi, Indonesia sendiri sudah membuka lampu hijau bagi investor institusi yang ingin membenamkan asetnya ke dalam aset kripto.
Peraturan Bappebti (Perba) Nomor 9 Tahun 2024 menyebut bahwa setiap badan usaha (non-perseorangan) bisa melakukan pembukaan akun investasi kripto di entitas yang sudah memegang lisensi penuh.
Kemudian dalam POJK Nomor 27 Tahun 2024, OJK juga ikut menegaskan bahwa calon konsumen institusi wajib memastikan bahwa sumber dana bukanlah berasal dari TPPU TPPT dan PPSPM. Selain itu, penggunaan akun juga hanya bisa untuk tujuan investasi.
Dalam laporan BeinCrypto sebelumnya, OJK menyebut sampai dengan Januari 2025 kemarin, jumlah investor institusi sudah mencapai 556 investor.
“Kita siap secara infrastruktur dan regulasi,” jelas Gabriel.
- Baca Juga: Prediksi Harga Bitcoin (BTC) 2025, 2026, 2030
Tarif Pajak Kripto Sangat Bagus
Di sisi lain, Gabriel juga memaparkan bahwa tarif pajak yang berlaku di ruang kripto Indonesia, memiliki nilai yang sangat baik karena menggunakan pajak final. Jadi mau berapapun keuntungannya, tarif pajak berlaku fix. Namun, masih banyak pandangan konvensional yang percaya bahwa investasi harus berjalan pada aset yang bisa dipegang, alias aset riil.
Padahal lanjut Rey, saat ini perusahaan publik di luar negeri yang sudah berkomitmen untuk menjadikan aset kripto sebagai cadangan asetnya, mengalami kenaikan dalam harga saham. Menunjukkan kepercayaan pasar terhadap langkah entitas tersebut.
Mulai dari MicroStrategy (Strategy), Metaplanet, GameStop hingga Semler Scientific secara konsisten terus memborong Bitcoin dan menjadikannya cadangan aset strategis. Sejalan dengan hal itu, harga saham masing-masing perusahaan juga mengalami apresiasi yang signifikan.
Sementara itu menyoal kondisi Timur Tengah yang masih memanas, Gabriel mengungkapkan bahwa perang yang terjadi antara Israel dan Iran berdampak terhadap semua sektor, tidak hanya kripto. Nah saat ini, selat Hormuz yang merupakan jalur vital untuk pasokan minyak dunia terancam mengalami penutupan.
Hal itu berisiko mendorong lonjakan dalam harga minyak yang pada akhirnya juga bakal mengerek inflasi juga harga bahan baku.
“Ketika inflasi naik, The Fed berisiko menahan suku bunga atau malah menaikkan suku bunga acuannya,” tambahnya.
- Baca Juga: Bitcoin vs. Emas: Mana Investasi Terbaik pada 2025?
Smart Money Tidak Ada yang Lepas Bitcoin
Menariknya, dalam sepekan ini, saat situasi berjalan tegang imbas perang Israel dan Iran, institusi atau smart money seperti BlackRock tidak ada yang melakukan penjualan Bitcoin. Bahkan entitas-entitas tersebut terus melakukan pembelian.
Menurutnya, sangat kecil kemungkinan Bitcoin berada di bawah US$100.000 lagi. Karena institusi tersebut pasti akan berupaya menjaga harga BTC tetap berada di batas psikologis US$100.000.
“Worst case bisa di US$97.000, dan itu saatnya time to buy,” pungkasnya.
Bagaimana pendapat Anda tentang topik ini? Yuk, sampaikan pendapat Anda di grup Telegram kami. Jangan lupa follow akun Instagram dan Twitter BeInCrypto Indonesia, agar Anda tetap update dengan informasi terkini seputar dunia kripto!
